Valentino Rossi berhasil memenangi gelar juara dunianya yang ke-8. Hebat bener dia. Pembalap Italia itu memang salah satu olahragawan terbaik yg pernah ada, versi saya tentunya. Ia adalah yg terbaru menyusul Muhammad Ali, Senna, Michael Jordan dan Schumacher.
Saya nonton siaran langsung GP Motegi barusan. Setelah memastikan gelarnya yg ke-8, Rossi terlihat begitu gembira. Dia tertawa lebar bersama para pendukungnya. Diajak wawancara singkat sama wartawan juga mau aja. Sambil senyam-senyum pula. Diminta pose sebentar oleh seorang fotografer, dia langsung bergaya sambil mencium helmnya. Rossi memang hebat. Keliatan sangat manusiawi.
Saya pernah mewawancarai Jens Lehman sehabis Jerman kalah dari Kroasia, Juni 2008. He’s also a true professional. Dia jawab semua pertanyaan saya dengan telaten. “Kami kalah,” kata Lehman saat itu menjawab pertanyaan saya, “Ada yg salah dengan tim kamu malam ini?”
Baik Rossi maupun Lehman saya yakin adalah orang yg tau apa perannya. Juga tentu tau peran orang2 di sekitarnya. “Kasian lah wartawan udah capek2 nungguin, kok dicuekin.” Mungkin itu kata mereka dalam hati.
Beda dg yg namanya Bambang Pamungkas. Juara dunia boro-boro. Juara SEA Games aja jg belom. Tapi masya Allah, waktunya sempit bgt.
Bambang memang boleh2 aja merasa nyaman dengan karakter yg sedang ia mainkan. Cool, sorot mata selalu keliatan tajam, jalannya agak gaya2 dikit gichu. Pokoknya gaya deh. Ia berhasil membangun imagenya. Setidaknya di hadapan para penggemarnya sendiri.
Ada jg pemain yg lg doyan berperan sebagai org yg sedang dirundung malang, tertindas. Mau ini salah, mau itu salah, padahal sih emang dia salah. Tapi dia menempatkan dirinya sebagai korban. Pake pengumuman ke mana2 segala, berharap orang lain jd kasian dan memaklumi kelakuannya. What a smart kid. Tapi sampai kapan?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment