Tuesday, October 21, 2008

Volumenya Terlalu Keras


Speaker art
Originally uploaded by a.ringman
Proses kampanye calon presiden Amerika memang seru. Di debat terakhir dua calon presiden, McCain dinilai sudah bersikap rasis dengan menyebut Obama dengan sebutan “orang itu.” Padahal,”orang itu” berjarak hanya beberapa meter darinya. Dan, sebelumnya di awal debat, McCain sempat menjabat erat tangan Obama layaknya seorang sahabat. Kalau saya jadi Obama, pasti saya sudah mangkel bukan kepalang.

Di sini, kaum minoritas sudah bosan sering dipersulit dalam berbagai hal. Mulai dari urus KTP, akte kelahiran sampai ketika hendak membangun rumah ibadah.

Andai rumah ibadah sudah berdiri pun masih ada masalah. Pengeras suara tidak boleh dipakai ketika ada yang berkhotbah. Padahal tetangga sebelah, subuh-subuh sering membangunkan orang dengan volume pengeras suara yang kelewat keras.

Saya yakin semua agama dengan tegas mengajarkan untuk saling bertoleransi. Untuk mengasihi siapa pun tanpa melihat perbedaan agama, suku, negara, warna kulit, harta, jabatan. Bagaimana pun, jadi minoritas memang susah. Insya Allah lekas berubah.

Thursday, October 2, 2008

Jangan Ribet


Give
Originally uploaded by smasim
Dengan bapak saya, cuma sekali kami ngobrol serius soal agama. Saya inget betul, waktu itu lg di dalam mobil di daerah Rempoa, udah lama sekali.

Dia bilang kalau berbuat baik di Ramadhan pahalanya berlipat. Saya balas, bisa jadi di luar Ramadhan pahalanya justru lebih besar. Cuma Tuhan gak pake pengumuman aja. Jadi siapa pun yg berbuat baik di luar Ramadhan dah pasti gak ngejar “bonus” pahala. Makanya harusnya diberi pahala yang jauh berlipat.

Bapak saya kurang setuju. Katanya pemberian bonus pahala kala Ramadahan itu adalah bukti kenapa Tuhan disebut Rahman dan Rahim, maha pengasih dan maha penyayang. Obrolan lalu berhenti begitu saja tanpa ada yg sakit hati hehe. Saya sadar kalau ilmu agama saya cetek sekali.

Berbuat baik emang menyenangkan. Jadi sebenernya gak perlu mikir soal pahala. Kalo berbuat gak baik, baru pantes mikirin soal dosa. But, if we wanna do something good? Don’t think, just do it.

Mau ngasih duit ke tukang minta2, ya kasih aja. Gak perlu inget anjuran pemerintah yg bilang tindakan itu gak mendidik. Mau ngasih duit THR buat para OB outsourcing di kantor, ya kasih aja. Gak perlu khawatir para OB akan ngira kalo THR didapat karena “kebijakan perusahaan” karena bisa2 taun depan nuntut THR lagi.

Banyak orang memang yg bahasa kerennya “punya tenaga ekstra untuk bisa analitikal” bahkan di saat mau berbuat something nice yg sebenarnya so so simple. Bahasa gak kerennya, “njelimet” atau “ribet.”

Saya bertanya, “Ya Tuhan, Ya Rahman, Ya Rahim… apa sih alasan Mu menciptakan orang2 seperti itu?” Karena saya nggak rajin sholat, saya belum dpt jawabannya.

Sunday, September 28, 2008

Be Like Rossi. Grow UP!


Valentino Rossi
Originally uploaded by Not so fast
Valentino Rossi berhasil memenangi gelar juara dunianya yang ke-8. Hebat bener dia. Pembalap Italia itu memang salah satu olahragawan terbaik yg pernah ada, versi saya tentunya. Ia adalah yg terbaru menyusul Muhammad Ali, Senna, Michael Jordan dan Schumacher.

Saya nonton siaran langsung GP Motegi barusan. Setelah memastikan gelarnya yg ke-8, Rossi terlihat begitu gembira. Dia tertawa lebar bersama para pendukungnya. Diajak wawancara singkat sama wartawan juga mau aja. Sambil senyam-senyum pula. Diminta pose sebentar oleh seorang fotografer, dia langsung bergaya sambil mencium helmnya. Rossi memang hebat. Keliatan sangat manusiawi.

Saya pernah mewawancarai Jens Lehman sehabis Jerman kalah dari Kroasia, Juni 2008. He’s also a true professional. Dia jawab semua pertanyaan saya dengan telaten. “Kami kalah,” kata Lehman saat itu menjawab pertanyaan saya, “Ada yg salah dengan tim kamu malam ini?”

Baik Rossi maupun Lehman saya yakin adalah orang yg tau apa perannya. Juga tentu tau peran orang2 di sekitarnya. “Kasian lah wartawan udah capek2 nungguin, kok dicuekin.” Mungkin itu kata mereka dalam hati.

Beda dg yg namanya Bambang Pamungkas. Juara dunia boro-boro. Juara SEA Games aja jg belom. Tapi masya Allah, waktunya sempit bgt.

Bambang memang boleh2 aja merasa nyaman dengan karakter yg sedang ia mainkan. Cool, sorot mata selalu keliatan tajam, jalannya agak gaya2 dikit gichu. Pokoknya gaya deh. Ia berhasil membangun imagenya. Setidaknya di hadapan para penggemarnya sendiri.

Ada jg pemain yg lg doyan berperan sebagai org yg sedang dirundung malang, tertindas. Mau ini salah, mau itu salah, padahal sih emang dia salah. Tapi dia menempatkan dirinya sebagai korban. Pake pengumuman ke mana2 segala, berharap orang lain jd kasian dan memaklumi kelakuannya. What a smart kid. Tapi sampai kapan?

Monday, August 18, 2008

Predictable, Unspontaneous


Flying Formation
Originally uploaded by deepintheforestcat
Pak Yudhoyono soal kelahiran cucu pertama:

"Apa yang kami terima ini (cucu) lebih meningkatkan semangat kami sekeluarga melanjutkan tugas untuk negeri ini, sampai masa akhir bakti saya insya Allah tahun depan."

(Kompas 18/8/08)

Sunday, August 17, 2008

Friend is Friend


cewek2 kecil
Originally uploaded by bekasoy
Manusia harusnya bisa bebas. Mau ini, mau itu silakan. Gak cuma dlm tindakan. Gonta-ganti kepribadian pun monggo. Semua boleh... asal sopan (kalimat ini pertama saya dengar dr duet Jujuks – UQ, tahun 2005).

Kalo ganti kepribadian aja boleh, Dorce malah ganti sesuatu yg lbh heboh, apalagi kalo cuma ganti tempat kerja. Sampai Agustus 2008, saya udah enam kali ganti kerja. Lima di antaranya masuk dalam CV saya karena setidaknya saya mampu bertahan lebih dari 24 jam :p Artinya pula, saya udah lima kali resign alias lengser keprabon.

Dari lima kali pengalaman resign, saya akan kabarkan pada dunia tiga saja. Not the whole story. But only kalimat apa yg keluar dr para (mantan) bos saya. Kantor yang mana, gak usah ditulis lah yaw. Kalo penasaran, telpon saya aja.

“Aku ini gak pernah ngelarang anak buahku, Bek, kalo ada yg mau keluar. Artinya kan dpt tempat yg lebih bagus. Ya, nggak?” kata mantan mas bos saya.

Waktu itu, saya gak jawab pertanyaannya. Saya cuma cengengesan doang. Sampai saat ini saya respect pada si mas. Dia salah satu miliarder yg membumi yg saya kenal. Dah lama jg gak ketemu. Juli kemarin harusnya bs ketemu. Tp dia gak dateng ke pesta pernikahan adik ipar saya. Mungkin sibuk.

Barusan adalah kisah yg pertama. Kisah selanjutnya masuk ke ruangan mbak bos mantan saya. Eh, mbak mantan bos saya. Cantik orangnya.

“Aduh Irvan mau ke mana? Serius lo?” kata mbak bos. (Dia biasa ber lo gue kalo lg ngobrol dg saya. Saya sih nggak, takut dikira sok akrab)

Karena dia cantik, saya gak cuma cengegesan. Saya jawab,”Ya serius lah, mbak. Masak serius dong. Mulan aja Jamilah bkn Jamidong.” (Sejujurnya saya lupa apa jawaban saya. Saat itu Mulan masih Kwok. Dhani pun masih rukun dg Maia.)

Cerita terakhir baru terjadi Juli lalu. “Oo, ya udah. Bagus lah. Tapi kalo gue jg pindah dr sini, lo nanti ikut gue juga kan?” kata mantan bos saya itu. Karena dia gak cantik, laki soalnya, lagi2 sy cuma cengengesan. Viva Selecao!

Saya beruntung punya mantan2 bos yg bahagia liat anak buahnya berkembang, maju, atau sekedar berani mencoba peruntungan baru. Bagi saya mereka adalah pemimpin, dan juga teman, yang sebenarnya.

Nasib saya jauh lebih baik dari seorang teman yg dibuat mangkel dan gak enak hati oleh mantan bosnya, yg juga temannya (bingung gak?). Pake bawa2 fisik segala pula. Bagi saya “friend is friend”. A friend lebih tinggi kedudukannya ketimbang sekedar bawahan – atasan. Pun lbh tinggi ketimbang “business is business”. A friend hrsnya be supportive. Bukan begitu Pak Unyil? Betul Pak Usro!